Kristen Menggugat SKB Menteri, Maling Teriak Maling


Di masa kolonial Belanda, para misionaris merasa sangat kesulitan mengkristenkan umat Islam, dan merasa khawatir terhadap perkembangan Islam di Indonesia waktu itu. Mereka meminta bantuan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mengeluarkan peraturan yang melarang umat Islam berdakwah di daerah-daerah yang belum disentuh agama Islam. Dengan demikian mereka leluasa menginjilkan orang-orang pribumi tanpa ada rintangan dari Islam.
Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin Kristen merasakan kegagalan Misi yang dilakukannya sejak zaman penjajahan sampai merdeka (sekitar 350 tahun) meskipun dengan bantuan dana yang sangat besar dan didukung oleh sikap diskriminatif penjajah Belanda terhadap Islam, ternyata jumlah penduduk Indonesia yang beragama Kristen hanya berkisar 8 persen. Padahal agama Islam yang disebarkan oleh para pedagang hanya membutuhkan waktu relatif singkat untuk menempati hati dan jiwa hampir seluruh bangsa Indonesia.
Menurut pandangan Kristen, dimasa penjajahan Belanda saja dalam waktu yang panjang perkembangan Kristen di Indonesia begitu kecil, apalagi tanpa bantuan penjajah. Sehingga pihak gereja Indonesia berusaha menyebarkan agamanya tanpa memperhatikan etika yang berlaku di masyarakat Indonesia. Hal inilah yang memicu kericuhan dan konflik horisontal di Indonesia.
Pada Musyawarah Antar Umat Beragama, 30 November 1967. Klausul yang diajukan pejabat presiden Soeharto, khususnya butir c yang berbunyi: Tidak menjadikan umat yang telah beragama sebagai sasaran penyebaran agama masing-masing, diterima oleh Hindu, Budha dan Islam, tetapi ditolak sekeras-kerasnya oleh para pemimpin Kristen yang dipelopori TB. Sirnatupang dan Tambunan, sambil mengatakan bahwa mereka mendapatkan tugas suci dari Yesus untuk mengkristenkan seluruh umat manusia, dengan mengutip Injil Matius 28:19-20:
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Dari pertemuan Musyawarah antar umat beragama itu ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri (Amir Machmud) dan Menteri Agama (KH. Dahlan) No. 1 tahun 1969 dan SK Bersama No.1 Tahun 1979, yang isinya antara lain cara penyebaran agama tidak boleh dilakukan dalam bentuk bujukan, rayuan dan bantuan ekonomi. Begitu pula cara pendirian tempat ibadah harus memperhatikan lingkungannya.
Di samping itu Menteri Agama sendiri mengeluarkan SK No. 70 '" dan 77 tahun 1978. Temyata pihak Kristen menolak semua SK Bersama kedua menteri itu, dan tetap menyebarkan Injil ke rumah-rumah umat IsIam dan mendirikan Gereja tanpa memperdulikan agama penduduk sekitarnya. Khususnya terhadap terhadap menteri Agama, begitu SK No. 70 clan 77 tahun 1978 keluar, pihak Kristen Protestan dan Katolik membentuk tim kecil yang bertujuan melakukan pembahasan terhadap SK itu. Tim yang beranggota dari MAWI dan DGI melahirkan buku kecil yang berjudul “Tinjauan Mengenai Keputusan Menteri Agama No. 70 dan No. 77 tahun 1978 dalam rangka Penyelenggaraan Kebebasan Beragama dan Pemeliharaan Kerukunan Nasional" diterbitkan oleh Sekretariat Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia  (DGI) dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). Inti dari buku itu adalah penolakan terhadap SK menteri Agama tersebut.
Mereka berusaha mengubur sejarah yang mencatat bahwa di masa kolonial para pendahulunya meminta kepada pemerintah Hindia Belanda melarang umat Islam berdakwah di wilayah yang belum disentuh oleh Islam. Di masa itu penjajah membentuk zona-zona " benteng" Kristen untuk menandingi wilayah-wilayah Islam. Diantaranya di daerah Tengger untuk menandingi kekuatan Islam Jawa Timur, terutama mereka mendirikan Gereja Jawi Wetan di Mojowarno Jombang, sebagai upaya untuk menusuk jantung pusat lembaga Pendidikan Islam (pesantren) Jawa Timur. Begitu pula daerah Batak Sumatera dijadikan benteng Kristen untuk menghambat perkembangan Islam yang berpusat di Aceh. Tanah Toraja (Tator) dijadikan benteng Kristen untuk menandingi kekuatan Islam di Makassar Sulawesi Selatan.
SKB Menteri tersebut masih berusia 35 tahun, jauh lebih mudah dibanding dengan larangan selama 350 tahun bagi dai-dai Muslim untuk menyebarkan Islam ke daerah yang sudah disentuhnya, seperti ke suku Batak yang di awal kedatangan penjajah Belanda sudah banyak yang masuk Islam diantaranya dari marga Nasution, Siregar, Situmorang, Ginting dan lain-lain. Bahkan kosakata dari bahasa Arab sudah masuk ke perbendaraan bahasa Toraja, seperti “mate (mati) dan “Saleah” (Salihah) dan lain-lain.
Mencuatnya kembali  soal SKB dua menteri setelah sekian lama terkubur itu berawal dari audensi pengurus dan panitia Sidang Raya XIV PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 27 November 2004. Dalam kesempatan itu ketua PGI, pendeta Dr. Natan Setiabudi, dengan tegas meminta kepada presiden RI meninjau kembali SKB tersebut yang dianggap menghalangi penyebaran Kristen di Indonesia. Kala itu, SBY langsung meminta Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basuni, untuk menelaah kembali dan kalau memang ditemukan bukti-bukti diskriminasi dalam implementasinya sebaiknya dicabut.
Saat dimintai komentarnya tentang SKB tersebut, Natan menyatakan bahwa itu membuat sulit pelaksanaan ibadah, terutama dalam hal mendirikan gereja. “Tugas negara adalah menjamin kemerdekaan beribadah, bukan sebaliknya.”
Sebagaimana yang diberitakan oleh tabloid Kristen “Gloria” edidi 228 Minggu II Desember 2004, saat pertemuan Menteri Agama dengan komisi VIII DPR RI., Agung Sasongko dari  fraksi PDIP mengatakan, di Solo mendirikan hotel ‘rusak’ lebih mudah daripada mendirikan tempat ibadah untuk minoritas.
Di tempat yang sama, esok harinya (2 Desember 2004), komisi VIII menerima Komite Pembela Rakyat (KPR) yang semuanya aktifis Kristen dalam rangka audensi SKB tersebut. Tokoh-tokoh Kristen yang hadir dalam pertemuan itu antara lain John Simon Timorason (FKKJB), Teofilus Bella, Abubirokhman (kordinator KPR) Afung (aktifis), GAMKI, Loasaf (GOI) dan sebagainya.
Menurut Marijani suwandi (Afung), “selama ini SKB dua menteri telah mencekam dan membuat ketakutan orang Kristiani di Indonesia. Karena tidak mendapat izin mendirikan gereja. Akhirnya umat Nasrani harus memakai ruko dan tempat-tempat lain. Itu pun masih menjadi kendala. “Tidak layak bagi warga negara yang sebenarnya bebas beribadah hidup dalam tekanan seperti itu?”
Pendeta Shephard Supit, MA., wakil kordinator KPR mengatakan, “kami sudah mencoba menggugat ke pemerintah, Komnas HAM dan DPR. Ada satu jalur lagi, yakni melalui proses hukum dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) dan class action. Kita tidak perlu menunggu hasil dari pemerintah atau DPR, tapi akan terus maju sebab korban di luaran terus bergelimpangan dnan pemberangusan hak tetap saja terjadi.”
Prof. Dr. Frans Magnis saat di wawancarai oleh wartawan majalah “Gatra” beberapa tahun lalu menyatakan, “SKB itu sangat menyakitkan.”
Kegigihan Kristen menolak SKB itu tidak terlepas dari banyaknya aliran atau sekte Kristen. Di Indonesia saja ada sekitar 300-400 aliran Kristen yang berbeda. Berarti minimal harus ada 400 model gereja. Sementara masing-masing pengikut sekte tidak mau kebaktian di gereja lain.
Mengapa mereka merasa kebakaran jenggot, ketika pemerintah Indonesia melarang penyebaran suatu agama (Islam, Kristen, Hindu, dan Budha) kepada penduduk yang sudah beragama? Jika SKB yang sudah diterima oleh pihak Islam, Hindu dan Budha itu dianggap Katolik dan Protestan sebagai pelanggaran HAM dan sangat menyakitkan, lalu bagaimana perasaan mereka atas permintaan tokoh-tokoh Kristen terdahulu yang meminta Belanda supaya melarang dai-dai Muslim mengajar Islam ke daerah yang baru dan yang belum disentuh oleh Islam? Apakah ini bukan berarti, Kristen itu Maling (pencuri) yang berteriak Maling!
Hal ini tidak terlepas dari program Kristenisasi tahun 1970an yang menarget pada tahun 2000 negeri Indonesia mayoritas berpenduduk Kristen, sebagaimana yang diungkap oleh majalah “the Cresent” Kanada. Untuk mewujudkannya, pejabat-pejabat Kristen Indonesia seperti Moerdani, Soedomo, Radius Prawiro, Sumarlin, Dawud Yusuf mengeluarkan kebijaksanaan represif terhadap Islam. Perbendaraan bahasa Indonesia yang berbau Islam digusur; seperti ilmu hayat diganti biologi, Aljabar (bagian dari pelajaran matematika) dihapus, termasyhur diganti populer, mewujudkan diganti mengejawantahkan, dan lain-lain. Mereka pun merekayasa munculnya Komando Jihad (Komji) untuk memberontak pemerintah Indonesia yang sah, sehingga ada alasan bagi aparat keamanan dibawah komando Moerdani dan Soedomo untuk melindas dakwah Islam. Sebaliknya mereka merekomensai berdirinya banyak gereja di seluruh tanah air tanpa persetujuan dari penduduk dan pejabat daerah setempat.
Karena gerakan organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, PII, HMI, PMII selalu diawasi, menjamurlah kelompok-kelompok kecil pengajian Islam terutama di lingkungan perguruan tinggi yang sulit dikontrol oleh pihak manapun. Hal ini ditandai dengan semangat mahasiswi membentuk lautan jilbab di tahun 1985an Fenomena ini menimbulkan kebingungan pihak Kristen,  khawatir gagal mewujudkan Indonesia berpenduduk mayoritas Kristen di tahun 2000.
Disamping melalui bantuan ekonomi dan pendidikan, Kristen mengubah metode kristenisasinya dari model alam pikiran barat ke model alam pikiran timur. Calon pastur, pendeta dan misonarisnya mempelajari Al-Qur’an, Hadis, bahasa Arab dan sejarah Islam. Sebagai contoh, Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) Kalimatullah Jakarta belajar “Iqra” jilid 1-8. STT Apostolos Jakarta memberi mata kuliah keislaman 46 SKS yang dosen-dosennya berasal dari IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ini semua dilakukan untuk mempersiapkan misionaris yang mampu berdialog dengan tokoh-tokoh Islam, sehingga dengan mudah dapat memurtadkan orang-orang Islam.
Selain itu agar dengan mudah memurtadkan umat Islam, kelompok Kristen tertentu menyebarkan narkotik pada penduduk, kemudian mengirim korbannya ke panti rehabilitasi narkotik milik Kristen, seperti Doulos. Kita masih teringat kasus pen adiktif yang menyebar di berbagai pesantren dan sekolah Islam. Bahkan ada sebuah kasus, seorang putera kyai pemangku pesantren diculik, dikasih narkotik dan dimurtadkan. Seorang wanita aktifis Islam dipacari, dikasih minum obat perangsang, dinodai lalu dikristenkan, dan lain-lain.
Kristen tidak malu-malu mengadakan acara massal “Penyembuhan dalam nama Yesus” sebagai upaya menjaring mangsa menjadi domba-domba gereja. Padahal Metode penyembuhan seperti itu hanyalah kebohongan belaka. LAKPA (Lembaga   Antisipasi Kegiatan Pemurtadan Akidah) Surabaya pernah meminta kepada Dr. Alex Abraham, Kepala Bethani Surabaya, untuk membuktikan kebenaran penyembuhan tersebut pada acara bedah buku “Menyelamatkan Juruselamat, Yesus Perlu Diselamatkan dan Mengungkap Kebohongan dalam Nama Yesus” karya Dr. Sanihu Munir, MPH. Kepala Bethani itu tidak bersedia, namun memberi uang Rp. 1.000.000 kepada Panitia bedah buku. Sebagai gantinya, Pdt. Dr. Simon Pilantropa, ketua PGI Jawa Timur, saat acara bedah buku tersebut menyatakan ”Na! Sekarang rasakan
Setelah Indonesia mengalami krisis moneter (krismon) yang menggiring umat Islam Indonesia terpuruk, tahun 2000 Kristen mencanangkan program Yusuf 2004, Jeriko 2004 dan lain-lain. Yakni program menguasai dan memegang kendali pemerintahan Indonesia di tahun 2004, meskipun pemeluk Kristen di negeri ini masih minoritas. Seperti halnya nabi Yusuf, sebagai orang asing sendirian,  menduduki jabatan strategis di negeri Mesir.


Langkah Strategis Penangkalan Pemurtadan

Untuk menangkal sekaligus menggulung Kristenisasi, ada beberapa langkah yang menjadi pilihan kita:
1.      Mengkristalkan jamaah sekaligus mencegah adanya ilfiltrasi dari pihak Kristen baik dalam organisasi, pengajian, tempat kos dan lain-lain.
2.      Mengadakan Latihan kader Kristologi yang di dalamnya termasuk materi investigasi, jaringan dan dialog dengan Kristen.
3.      Menjalin jaringan yang sudah ada seperti LSM Paga Nagari di Padang, FBUI di Jambi, Palembang, Lampung; FAKTA Jakarta, Fitrah dan Jemaat di Bandung, Forbumi Purwokerta, LAKPA dan al-Ma’wa Surabaya, FAKTA Malang; Forbumi Balikpapan, Yaumil Bontang; Ahsanu Qoulan Makassar, Mitra Centre  Kendari dan lain-lain.
4.      Melakukan gerakan pendampingan sosial dengan cara mendirikan dan menghidupkan Masjid/mushalla, TPA/TPQ, serta bimbingan ruhani di wilayah minus ekonomi yang mendapat bantuan sosial dari pihak Kristen.
5.      Melakukan gerakan penyelamatan bagi mahasiswa atau pun masyarakat umum yang dimurtadkan dengan cara hipnotis, pacarisasi, dan hamilisasi.
6.      Mengkounter Traktat (buletin) dan buku-buku atau pun media Kristen yang menyudutkan Islam.
7.      Menyebar luaskan buletin atau media yang mengungkap kebohongan ajaran Kristen, serta berdialog dengan tokoh-tokoh gereja di forum resmi secara terbuka tentang kepalsuan teologi Kristen. Dan hasil dialog tersebut disebar luaskan ke masyarakat umum, terutama pada jemaat gereja.

Ternyata bukan orang Islam pelaku WTC 11 Sept 2001

TIM FAKTA (Forum Anti Gerakan Pemurtadan)

TIM FAKTA adalah organisasi yang bergerak dalam mengantisipasi pemurtadan yang dilakukan oleh umat Kristen terhadap orang-orang Islam. Kristenisasi bukan rahasia lagi, karena Kristenisasi merupakan kegiatan yang diperintahkan oleh alkitab dan gereja kepada umatnya untuk memurtadkan umat Islam agar masuk kedalam agama Kristen, dan ini terjadi diseluruh dunia Islam, khususnya di Indonesia. TIM FAKTA, sudah banyak menyelamatkan orang-orang Islam yang dimurtadkan kemudian sadar dan kembali ke ajaran Islam lagi setelah melalui dialog, diskusi, atau dengan cara rukyah apabila yang dimurtadkan lewat sihir. Memang tantangan bagi TIM FAKTA tidak ringan, sangat berat! tapi ini merupakan tugas kita bersama untuk menyelamatkan saudara-saudara kita seiman dari pemurtadan yang dilakukan oleh umat Kristen. Selain itu, TIM FAKTA juga konsen dengan gerakan serupa yang tujuannya untuk mendangkalkan aqidah umat Islam seperti yang dilakukan oleh Jaringan Islam Libral, dan faham-faham sesat lainnya. Semoga Allah selalu meridho'i jalan yang kami tempuh untuk menegakan kalimah yang benar/hak yaitu "TIDAK ADA TUHAN KECUALI ALLAH"

(Tulisan TIM FAKTA bisa dibaca di majalah Islam "Sabili" artikel "Bimbingan Tauhid")
TIM FAKTA Melayani Diskusi, Dialog dan Konsultasi Agama. Kontak Pengasuh: 0818844393, 081314416666, 08165425227, 08179970066, 08158338083, 081383384433, email: timfakta@yahoo.com - timfakta@gmail.com. Dompet Anti Pemurtadan: Bank Muamalat no. rek.305.1959.422 an. FAKTA. dan Bank BCA no. rek. 1661.804.888 an. Abud Syihabuddin

SALURKAN INFAQ ANDA

INFAQ PEDULI AL AQSHA (Palestina)
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang SLIPI
No. Rek. 311.01856.22 an. Nurdin QQ. KISPA

INFAQ "KISPA PEDULI NEGERI"
Khusus Membantu Korban Bencana DI INDONESIA
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cab. Fatmawati
No. Rek. 911.05871.99 an. Andi Syafuddin QQ KISPA.

INFAQ OPERASIONAL RELAWAN KEMANUSIAAN KISPA
Khusus untuk Pengiriman Bantuan Rakyat Palestina
Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Kas Cililitan
no. 116 70246 96 an. Muhendri

"INFAQ DUNIA ISLAM" KISPA
Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Tanah Abang
No. Rek. 2640024043 an. Dasrial

AGAMA YANG DITERIMA ALLAH HANYA ISLAM

QS.3 Ali Imran:85. Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka SEKALI-KALI TIDAKLAH AKAN DITERIMA DARINYA, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi . QS.3 Ali Imran:19. Sesungguhnya agama disisi Allah HANYALAH ISLAM. QS.3 Ali Imran:102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam . QS.2 Baqarah:132 ..."Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam ".
Design by Blogger Islamic Template