Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan
orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.
Mengenai permasalahan ini, kita bisa
mengambil pelajaran dari dua fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
berikut dalam Liqo-at Al Bab Al Maftuh. Posting kali ini adalah revisi
dari posting sebelumnya.
Semoga bermanfaat.
[Pertama]
Soal:
Ada seorang ayah yang memiliki
sepuluh anak perempuan dan mereka semua belum diaqiqohi, namun sekarang mereka
sudah berkeluarga. Apa yang mesti dilakukan oleh anak-anaknya? Apa sebenarnya
hukum aqiqah?Apakah betul apabila seorang anak tidak diaqiqohi, maka ia tidak
akan memberi syafaat pada orang tuanya?
Jawab:
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad.
Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita
dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak
laki-laki, itu juga diperbolehkan.[1] Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah
(yang menanggung nafkah anak, pen). Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah
(misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan faqir (tidak
mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At
Taghobun: 16).
Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua
dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan
ibu dan bukan pula anaknya.
[Liqo-at Al Bab Al Maftuh,
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin, kaset 214, no. 6]
[Kedua]
Soal:
Apabila seseorang tidak diaqiqahi
ketika kecil, apakah ia tetap dianjurkan untuk diaqiqahi ketika dewasa? Apa
saja batasan masih dibolehkannya aqiqah?
Jawab:
Apabila orang tuanya dahulu adalah
orang yang tidak mampu pada saat waktu dianjurkannya aqiqah (yaitu pada hari
ke-7, 14, atau 21 kelahiran, pen), maka ia tidak punya kewajiban apa-apa
walaupun mungkin setelah itu orang tuanya menjadi kaya. Sebagaimana apabila
seseorang miskin ketika waktu pensyariatan zakat, maka ia tidak diwajibkan
mengeluarkan zakat, meskipun setelah itu kondisinya serba cukup. Jadi apabila keadaan
orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, maka aqiqah menjadi gugur
karena ia tidak memiliki kemampuan.
Sedangkan jika orang tuanya mampu
ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat
itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Adapun waktu utama aqiqah adalah
hari ketujuh kelahiran, kemudian hari keempatbelas kelahiran, kemudian hari
keduapuluh satu kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat
kelipatan tujuh hari.
Aqiqah untuk anak laki-laki dengan
dua ekor kambing. Namun anak laki-laki boleh juga dengan satu ekor kambing.
Sedangkan aqiqah untuk anak perempuan dengan satu ekor kambing dan lebih utama
tidak menambahnya dari jumlah ini.
[Liqo-at Al Bab Al Maftuh,
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin, kaset 234, no. 6]
Pelajaran Penting Seputar
Aqiqah
1. Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad dan seharusnya tidak
ditinggalkan oleh orang yang mampu melakukannya.
2. Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan dua
ekor kambing, namun dengan seekor kambing juga dibolehkan. Sedangkan aqiqah
bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
3. Waktu utama aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian
hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu
terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh. Pendapat ini adalah pendapat ulama
Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama Malikiyah. Jadi, jika aqiqah
dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena
yg penting adalah aqiqahnya dilaksanakan. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah,
2/383)
4. Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah.
Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak
boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah. (Lihat Shahih Fiqih
Sunnah, 2/382)
5. Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan
aqiqah adalah orang yang mampu. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
6. Apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum
dewasa), orang tua dalam keadaan tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur,
walaupun nanti beberapa waktu kemudian orang tua menjadi kaya. Sebaliknya
apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam
keadaan kaya, maka orang tua tetap dianjurkan mengaqiqahi anaknya meskipun
anaknya sudah dewasa.
7. Imam
Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun
diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh.
Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi
gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya
sendiri atau tidak. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
8. Perhitungan hari ke-7 kelahiran, hari pertamanya dihitung
mulai dari hari kelahiran. Misalnya si bayi lahir pada hari Senin, maka hari
ke-7 kelahiran adalah hari Ahad. Berarti hari Ahad adalah hari pelaksanaan
aqiqah. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh,
kaset 161, no. 24]
9. Pendapat yang menyatakan, “Jika seseorang anak tidak
diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari
kiamat nanti”, ini adalah pendapat yang lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ibnul
Qayyim. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh,
kaset 161, no. 24]
Demikian pembahasan ringkas mengenai
aqiqah. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.
Segala puji bagi Allah yang dengan
nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka
hingga akhir zaman.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] Sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas,
أن النبي صلى الله عليه وسلم عق
عن الحسن والحسين كبشا كبشا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain masing-masing satu ekor
kambing.”
(HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani
dalam Al Irwa’ no. 1167 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ini menunjukkan
bahwa aqiqah dengan dua ekor kambing bagi anak laki-laki hanya menunjukkan
afdhol. Namun kalau tidak mampu dan mengaqiqahi dengan seekor kambing bagi anak
laki-laki, itu juga tetap sah.