JANGAN
DEKATI ZINA
Oleh :
Imam Ibnu Qayyim Al-jauziyah
Bahaya Zina
Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan
oleh praktek zina merupakan bahaya
yang tergolong besar, dan praktek
tersebut juga bertentangan dengan aturan
universal yang diberlakukan untuk
menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga
kesucian dan kehormatan diri, juga
mewaspadai hal-hal yang menimbulkan
permusuhan serta perasaan benci di
antara manusia disebabkan pengrusakan
terhadap kehormatan isteri, putri,
saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini
jelas akan merusak tatanan kehidupan.
Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya
praktek zina itu sama dengan praktek
pembunuhan. Oleh karena
itu, Allah menggandeng keduanya di
dalam Al-Qur'an dan juga Rasulullah
dalam keterangan hadits beliau. Al-Imam
Ahmad berkata:
"Aku
tidak mengetahui sebuah dosa -setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari
dosa zina." (Al Hadits)
Dan
Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya:
“Dan orang-orang yang
tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya),
(yakni) akan dilipat
gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu,
dalam Keadaan terhina,
Kecuali orang-orang yang
bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka
diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al
Furqon : 68 – 70)
Dalam ayat tersebut, Allah menggandengkan zina dengan syirik dan
membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam adzab berat yang
berlipat ganda, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan
cara bertaubat, beriman dan beramal shalih. Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu mendekati
zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji (fahisyah) dan
suatu jalan yang buruk." (QS
Al-Isra': 32).
Di sini Allah menjelaskan tentang
kejinya praktek zina dan kata "fahisyah"
maknanya adalah perbuatan keji atau
kotor yang sudah mencapai tingkat yang
tinggi dan dapat diakui kekejiannya
oleh setiap orang berakal bahkan oleh
sebagian banyak binatang, sebagaimana
disebutkan oleh Al-Bukhari dalam
Shahih-nya dari Amr bin Maimun Al-Audi, dia
berkata: "Aku pernah melihat -pada
masa jahiliyah- seekor kera jantan
yang berzina dengan seekor kera betina. Lalu
datanglah kawanan kera mengerumuni
mereka berdua dan melempari keduanya
sampai mati."
Kemudian Allah juga memberitahukan
bahwa praktek zina adalah seburuk-buruk
jalan; karena merupakan jalan
kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di
dunia, dan siksaan serta azab yang
berat di akhirat nanti.
Allah juga menggantungkan
keberuntungan seorang hamba pada
kemampuannya dalam menjaga
"kehormatan"nya. Tak ada jalan menuju
keberuntungan tanpa menjaga
"kehormatan". Allah berfirman:
"Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
dan orang-orang yang menunaikan zakat,dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali
terhadap isteri-isteri mereka…” (QS.
Al-Mukminun: 1-7).
Dalam ayat-ayat ini ada tiga hal yang
diungkapkan, yaitu, pertama, bahwa orang
yang tidak menjaga kemaluannya, tidak
akan termasuk orang yang beruntung,
kedua , dia akan termasuk orang yang
tercela, dan ketiga, dia termasuk orang
yang melampaui batas. Jadi, dia tidak
akan mendapat keberuntungan, serta
berhak mendapat predikat
"melampaui batas' dan jatuh pada tindakan yang
membuatnya tercela, padahal beratnya
beban dalam menahan syahwat itu, lebih
ringan ketimbang menanggung sebagian
akibat yang disebutkan tadi.
Selain itu pula, Allah telah menyindir
manusia yang selalu berkeluh kesah,
tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan
diri saat mendapatkan
kebahagiaan, demikian pula kesusahan.
Bila mendapat kebahagiaan, dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila
mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh. Begitulah sifat umum manusia, kecuali
orang-orang yang memang dikecualikan dari hambaNya, yang diantaranya adalah
mereka yang disebut di dalam firmanNya:
"Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
Mereka…..." (QS Al-Ma'arij: 29-31).
Oleh karenanya, Allah memerintahkan
Rasulullah untuk memerintahkan
orang-orang mukmin agar menjaga
pandangan dan kemaluan mereka, juga
diberitahukan kepada mereka bahwa
Allah selalu menyaksikan dan mengawasi segala gerak gerik dan amal perbuatan mereka.
"Dia (Allah) mengetahui
(pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." (QS Ghafir: 19).
Dan karena ujung pangkal dari
perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah lebih mendahulukan
perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga
kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari
pandangan; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang
kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian khayalan,kemudian langkah nyata, kemudian
terjadilah musibah yang merupakan kesalahan besar berzina.
Empat Pintu Masuk Maksiat dan Zina Pada
Manusia
Sebagian besar maksiat dan zina itu
terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu yang akan kita bahas dibawah
ini. Oleh karenanya, ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang bisa menjaga empat
pintu ini maka berarti dia telah menyelamatkan dirinya dan agamanya. Sekarang,
marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut di bawah ini:
1. Al-Lahazhat = pandangan
pertama, tatapan, lirikan. Yang satu ini bisa dikatakan sebagai 'provokator'
syahwat atau 'utusan' syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan
pokok dalam usaha menjaga kemaluan. maka barangsiapa yang melepaskan
pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada
jurang kebinasaan.
Rasulullah bersabda:
"Jika kamu tidak sengaja
memandang atau melihat maka palingkanlah pandangan mu dan janganlah kamu ikuti
pandangan (pertama) itu dengan pandangan (kedua). Pandangan (pertama)itu boleh
jadi tidak sengaja,dan jangan dikuti dengan pandangan kedua karena itu penyebab
dosa"
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad,
diriwayatkan dari Rasulullah :
"Pandangan itu adalah panah
beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa
yang memalingkan pandangannya dari seorang
wanita,atau laki-laki dan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di
hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat."
Beliau juga bersabda:
"Palingkanlah pandangan kalian
dan jagalah kemaluan kalian."
Dalam hadits lain beliau bersabda:
"Janganlah kalian duduk-duduk di
(tepi-tepi) jalan." Mereka berkata: "Ya Rasulullah, tempat-tempat
duduk kami pasti di tepi jalan." Beliau bersabda: "Jika kalian memang
harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu." Mereka bertanya:
"Apa hak jalan itu?" Jawab beliau: "Memalingkan pandangan (dari
hal yang dilarang Allah, pent), menyingkirkan gangguan dan menjawab
salam."
Pandangan adalah asal muasal seluruh
musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan
dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah
yang melahirkan syahwat, dan dari
syahwat itu timbullah keinginan.
Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan
berubah menjadi niat yang bulat.
Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas
dalam pikiran menjadi kenyataan dan
itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya,
dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa:
"Bersabar dalam menahan pandangan
mata (bebannya) adalah lebih ringan
dibanding harus menanggung beban
penderitaan yang ditimbulkannya."
Seorang penyair mengatakan:
Setiap kejadian musibah(praktek zina)
itu bermula dari pandangan, seperti
kobaran api berasal dari percikan api
yang kecil.
Betapa banyak pandangan yang berhasil
menembus ke dalam hati
pemiliknya, seperti tembusnya anak
panah yang di lepaskan dari busur dan
talinya. Seorang hamba, selama dia
masih mempunyai kelopak mata yang dia
gunakan untuk memandang orang lain,
maka dia berada pada posisi yang
membahayakan. (Dia memandang hal-hal
yang) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu
sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.
2. Al-Khatharat = pikiran yang melintas di benak
(menghayalkan laki-laki atau wanita). "Al-Khatharat" (pikiran
yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat
dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya
keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang
bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas
di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan
nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya, maka
hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barangsiapa yang menganggap
remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan
terseret pada kebinasaan. Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan
di dalam hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa
makna (palsu).
"Laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang
yang dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu dia tidak mendapatinya sesuatu
apapun. Dan didapatinya (ketetapan)
Allah di sisinya, lalu Allah memberikan
kepadanya perhitungan amal-amal dengan
cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitunganNya" (An-Nur: 39).
3. Al-Lafazhat = Lidah dan ucapan (berkenalan -
saling sebut nama - , ngobrol akhirnya saling merayu). Tentang Al-Lafazhat ini, maka
menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau
ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan
tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan
dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah
seseorang melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila
tidak ada keuntungannya, dia tahan
lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkin kan ada keuntungannya, dia melihat lagi;
apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut?
Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Kalau Anda ingin mengetahui apa yang
ada dalam hati seseorang maka lihatlah
ucapan lidahnya. Ucapan itu akan
menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun
tidak suka. Yahya bin Mu'adz berkata: Hati itu bagaikan panci yang sedang
menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka
perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang
menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau
asin dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana "rasa"
hatinya, adalah apa yang dia keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda
bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan
lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang
dari lidahnya, Anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya,
sebagaimana Anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah
anda.
Nabi pernah ditanya tentang hal yang
paling banyak memasukkan manusia ke
dalam Neraka, beliau menjawab: "Mulut
dan kemaluan". At-Tirmidzi berkata:
"Hadits ini hasan shahih."
Sahabat Mu'adz bin Jabal pernah
bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang
dapat memasukkannya ke dalam Surga dan
menjauhkannya dari api Neraka. Lalu. Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang
dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:
"Bagaimana kalau aku beritahu
pada kalian inti dari semua itu?" Dia berkata: "Ya, Wahai
Rasulullah". Lalu Nabi memegang lidah beliau sendiri kemudian
berkata: "Jagalah olehmu yang satu ini." Maka Mu'adz berkata:
"Adakah kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?" Beliau
menjawab: "Ibumu kehilangan engkau ya
Mu'adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka
(ke Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?" At-Tirmidzi
berkata: "Hadits ini hasan shahih."
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
"Sesungguhnya seorang hamba itu
terkadang mengucapkan satu kalimat yang
termasuk dicintai oleh Allah, dia
tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan
meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang
mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian
dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam Neraka
Jahannam." Dalam riwayat Muslim: "Sesungguhnya seorang hamba itu
mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat
menjatuhkannya ke dalam Neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari jarak antara
timur dan barat."
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari
hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi:
"Sesungguhnya seorang dari kalian
terkadang mengucapkan satu kalimat yang
dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka
(pahalanya) sampai seperti apa yang dia
dapatkan, namun ternyata dengan
kalimat itu Allah memberikan kepadanya
keridhaanNya sampai hari dia
menjumpaiNya kelak. Dan sesungguhnya seorang
dari kalian terkadang mengucapkan satu
kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka (dosanya) sampai
seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya
kemurkaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak."
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
"Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia
mengatakan yang baik-baik atau diam
saja."
Dalam lafazh Muslim disebutkan:
"Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari Akhir -bila dia menyaksikan suatu perkara- maka hendaklah dia mengatakan yang
baik-baik atau diam saja."
At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad
yang shahih dari Nabi , bahwa beliau
bersabda: "Termasuk (salah satu tanda) kebaikan
Islam seseorang, yaitu (bila) dia meninggalkan apa-apa yang tidak
berguna baginya."
Dan dari Sufyan bin Abdillah
Ats-Tsaqafi, dia berkata:
"Aku berkata, 'Ya Rasulullah,
katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya
pada seorang pun setelah engkau'. Nabi menjawab, 'Katakanlah, Aku
beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah engkau'. Aku bertanya,
'Ya Rasulullah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku?' Kemudian
Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan, 'Ini' (maksudnya :
lidah, pent)." Hadits ini shahih.
Anggota tubuh manusia yang paling mudah
digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu
sendiri. Allah selalu mengawasi lidah manusia
setiap kali dia berbicara:
"Tidak suatu ucapanpun yang
diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir (untuk
mencatatnya)." (QS Qaf: 18).
Bahaya Lidah
Pada lidah itu terdapat dua penyakit
besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak
bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu; penyakit berbicara dan
penyakit diam. Dalam satu kondisi, bisa jadi salah satu dari keduanya akan
mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain. Orang yang diam terhadap
kebenaran adalah setan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya'
dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan
menimpa dirinya. Begitu pula orang
yang berbicara dengan kebatilan, adalah setan yang berbicara, dia bermaksiat
kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika
mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.
Adapun orang-orang yang ada di
tengah-tengah -yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus- sikap mereka
adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara
dalam hal-hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga Anda
tidak akan melihat mereka mengucapkan kata-kata yang sia-sia tanpa manfaat, apa
lagi sampai mengucapkan kata-kata yang akan membahayakan mereka di akhirat
nanti. Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan
pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah
menghilangkan pahala tersebut.
Dan ada pula yang datang dengan
dosa-dosa sebesar gunung, namun dia dapati
lidahnya telah menghilangkan itu semua
dengan banyaknya dzikir kepada Allah
dan apa yang berhubungan dengannya
4. Al-Khathawat = langkah nyata untuk sebuah perbuatan
(mengadakan janji bertemu, kemudian pergi berdua, dan akhirnya melakukan
hubungan zina).
Adapun tentang Al-Khathawat (langkah
nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini
bisa dicegah dengan tekad seorang
hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa
diharapkan mendatangkan pahala-Nya, bila ternyata langkah kakinya itu tidak
akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik
baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap
perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara meniatkannya untuk Allah, dengan
demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Ketergelinciran pada perbuatan salah
itu ada dua macam; tergelincir kaki dan
tergelincir lidah. Oleh karenanya dua
macam ketergelinciran ini digandengkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Dan hamba-hamba Ar-Rahman, yaitu
mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan." (QS
Al-Furqan: 63).
Di sini Allah menjelaskan bahwa sifat
mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan dan langkah-langkah mereka.
Sebagaimana Allah juga menggandengkan antara Al-Lahadzat (pandangan) dan
Al-Khatharat (lintasan pikiran) dalam firmanNya:
"Allah mengetahui khianat mata
dan apa yang disembunyikan oleh hati." (QS Ghafir: 19).
Semua hal yang kami sebutkan di atas
adalah sebagai pendahuluan bagi
penjelasan akan diharamkannya zina dan
kewajiban menjaga kemaluan,
Rasulullah bersabda:
"Yang paling banyak memasukkan
orang ke dalam Neraka ialah lidah dan
Kemaluan (berzina)."
Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim 3 orang yang harus di Rajam (dibunuh) karena itu Rasulullah
bersabda :
"Tidak dihalalkan darah seorang
muslim kecuali dengan tiga hal; Orang yang sudah menikah lalu berzina, jiwa
dengan jiwa (qishah karena membunuh orang) dan orang yang meninggalkan agamanya
(murtad) serta meninggalkan jama'ah."
Dalam hadits ini ada penggandengan
antara zina dengan kufur dan membunuh
jiwa, persis seperti yang terdapat
dalam ayat pada surat
Al-Furqan, juga seperti
yang ada dalam hadits Ibnu Mas'ud.
Penggandengan Antara Zina, Kufur , Dan
Membunuh Jiwa
Dalam hadits di atas Nabi menyebutkan
hal yang paling banyak terjadi secara
berurutan. Perbuatan zina itu lebih
sering terjadi dibanding dengan pembunuhan,
dan pembunuhan lebih sering terjadi
dibanding dengan riddah (keluar dari Islam).
Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh
zina sungguh bertolak belakang dengan
kemaslahatan dalam kehidupan. Sebab,
bila seorang wanita telah melakukan zina berarti ia telah membuat aib keluarga,
mengkhianati suami, dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan
orang-orang. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah
menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap
dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan
keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan
masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina.
Jika yang berzina itu adalah seorang
pria, maka hal ini -selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang
siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita (istri) yang terjaga
dan menjadikannya hancur. Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan
dunia dan akhirat juga kerusakan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak
pelanggaran terhadap larangan-larangan (pelecehan terhadap kehormatan),
penyia-nyiaan hak orang dan penganiayaan yang ada di balik perbuatan zina.
Di antara dampak yang ditimbulkan oleh
zina adalah bahwa zina dapat
mendatangkan
kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta
mendatangkan kebencian orang, juga mendatangkan berbagai macam penyakit. Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya
sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta
menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya
-setelah bahaya perbuatan membunuh-
yang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku perbuatan zina ini Allah mensyari'atkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang
mengerikan.
1. (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan
(menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya
ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
2. Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali
dera (atau di rajam sampai mati), dan janganlah (kamu) belas kasihan kepada
keduanya (sehingga) mencegah kamu untuk (menjalankan) hukum Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
3. Laki-laki yang suka berzina tidak
mengawini melainkan dengan perempuan yang suka berzina, atau dengan perempuan
yang musyrik; dan perempuan yang suka berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang suka berzina pula atau dengan laki-laki yang musyrik, dan (perbuatan)
yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (QS. An Nuur: 1-3)
Bila ada seseorang yang mendengar
kabar bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya berbuat zina.
Sa'ad bin Ubadah radhiallaahu anhu
berkata: "Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku,
tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi."
Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah , lalu beliau bersabda:
"Apakah kalian heran dengan
kecemburuan Sa'ad? Demi Allah, sungguh aku ini
lebih cemburu dari dia, dan Allah
lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka
Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin."(Muttafaq 'alaih).
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim, juga diriwayatkan dari Rasulullah :
"Sesungguhnya Allah itu cemburu,
dan sesungguhnya seorang mukmin itu juga
cemburu. Dan kecemburuan Allah itu
akan timbul bila seorang hamba melakukan apa yang diharamkan kepadanya."
Dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim,
juga diriwayatkan dari Rasulullah :
"Tak ada seseorangpun yang lebih
pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah
mengharamkan perbuatan-perbuatan keji,
yang lahir maupun yang batin. Tak ada seorangpun yang lebih senang menerima
udzur (permohonan maaf) dari Allah, oleh karena itu Dia mengutus para rasul
untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada seorangpun yang lebih
senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri."
Juga dalam kitab Ash-Shahihain ,
diriwayatkan khutbah Nabi di saat shalat
gerhana matahari, beliau bersabda:
"Hai umat Muhammad, demi Allah,
tak ada satupun yang lebih pencemburu dari
Allah ketika ada seorang hambaNya yang
laki-laki atau perempuan berbuat zina.
Hai umat Muhammad, demi Allah,
sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang
aku ketahui tentu kalian akan sedikit
tertawa dan banyak menangis." Kemudian
beliau mengangkat kedua tangannya
seraya berkata: "Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan."
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini
secara khusus setelah shalat gerhana
matahari mengandung isyarat rahasia
yang menakjubkan; dan semaraknya
fenomena zina ini merupakan tanda
rusaknya alam ini, dan itu semua adalah
salah satu tanda Kiamat; seperti yang
disebutkan dalam Ash-Shahihain , dari Anas bin Malik bahwa dia berkata:
Aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang
akan menceritakannya pada kalian setelah aku. Aku mendengar Rasulullah
bersabda:
"Di antara tanda-tanda Kiamat
yaitu bila ilmu (syar'i) menjadi sedikit(kurang), dan
kebodohan menjadi tampak, serta orang
yang ber zina juga menyebar (di
mana-mana). Pria jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga
untuk lima
puluh wanita (perbandingannya) satu orang pria."
Salah satu sunnatullah yang
diberlakukan pada makhlukNya, yaitu bahwa ketika
zina mulai tampak di mana-mana, Allah
akan murka dan kemurkaanNya sangat
keras, maka secara pasti kemurkaan itu
akan berdampak pada bumi ini dalam
bentuk adzab dan musibah yang
diturunkan. Cobalah kita perhatikan bila disatu negeri selalu terjadi bencana alam
dimana-mana, pasti dinegeri itu banyak yang melakukan perbuatan ZINA.
Abdullah bin Mas'ud berkata:
"Apabila merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah
memaklumkan untuk menghancurkan daerah tersebut."
Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga
Hal :
Allah mengkhususkan hukuman bagi
perbuatan zina dibandingkan dengan
hukuman-hukuman lainnya dengan tiga
hal:
Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang
mengerikan (di bawa kelapangan terbuka – dimuka umum - ditanam separoh badannya
ke bumi, kemudian semua umat Islam yang hadir disitu harus melemparinya dengan
batu sampai mati). Selain itu hukuman zina ada juga yang Allah menggabungkan
antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya
dengan cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Kedua , Allah melarang hamba-hambaNya untuk
merasa kasihan kepada orang yang sudah melakukan perbuatan zina, dan jangan
sampai rasa kasihan itu membuat mereka tidak menghukum orang yang sudah
melakukan perbuatan zina itu. Sebab, Allah mensyari'at kan hukuman tersebut didasarkan pada
kasih sayang dan rahmatNya pada
mereka.
Allah itu sangat sayang kepada kalian,
namun kasih sayang Allah tersebut tidaklah mencegah Allah untuk tidak memerintahkan
berlakunya hukuman rajam ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di
hati kalian itu membuat kalian tidak melaksanakan perintah Allah.
Hal ini -walaupun sebenarnya juga
berlaku pada seluruh macam hukuman
(hudud)yang disyari'atkan- namun
disebutkan dalam hukuman zina suatu
kekhususan, karena memang sangat
penting untuk disebutkan di sini, sebab
kebanyakan orang tidak mempunyai
perasaan marah dan sikap kasar terhadap
pezina seperti sikap mereka pada
pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka
cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang kepada para pelaku dosa lainnya.
Dan kenyataan membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka,
jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman
Allah .
Mengapa rasa kasihan pada mereka itu
timbul? Penyebabnya yaitu karena
perbuatan zina ini bisa terjadi pada
orang golongan atas, menengah dan bawah.
Kemudian, dalam jiwa manusia itu
terdapat dorongan yang kuat untuk
melakukannya (melampiaskan libido.
pent) dan orang yang melakukannya juga
berjumlah banyak. Dan yang paling banyak
menjadi penyebabnya ialah cinta;
sementara hati manusia itu secara
tabiat, punya perasaan kasihan pada orang
yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak
di antara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya
bentuk dari percintaan itu termasuk yang diharamkan. Dan hal seperti ini sudah
tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui oleh orang-orang.
Selain itu juga, perbuatan dosa ini
(zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama suka dari kedua belah pihak,
bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang membuat jiwa orang-orang
itu geram.
Dalam hal ini, syahwat banyak
berpengaruh, sehingga timbullah perasaan kasihan yang mungkin akan menghambat
ditegakkannya hukuman Allah.
Ini semua timbul dari iman yang lemah.
Kesempurnaan iman itu dapat dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu
perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap
orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah
dalam perintah dan rahmatNya.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman
terhadap pelaku zina (baik itu
cambuk ataupun rajam, pent) hendaknya
dilakukan di hadapan khalayak orang orang mukmin, bukan di tempat yang sepi
sehingga tidak ada orang yang dapat
menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar
hukuman tersebut lebih efektif untuk
tujuan "zajr" (membuat
jera pelaku dan membuat takut orang lain yang ingin melakukannya).
Hukuman bagi pezina yang "muhshan"
(sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth'
yang dilempar dengan batu. Yang demikian itu karena perbuatan zina dan liwath
(homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth') adalah sama-sama perbuatan fahisyah
(keji dan kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan
dengan hikmah Allah di dalam
penciptaan perintahNya. Kerusakan dan
bahaya yang ditimbulkan oleh praktek
liwath (homosex) itu sungguh sulit
untuk dihitung. Orang yang menjadi korban
perbuatan tersebut lebih pantas dan
lebih baik untuk dibunuh saja; sebab dia itu
mengalami kerusakan yang tidak bisa
diharapkan untuk baik kembali selamanya.
Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi
sudah menyerap habis rasa malu dari
mukanya, sehingga dia tidak akan malu
lagi kepada Allah, juga kepada
makhluk Nya. Hati dan jiwa orang
tersebut sudah dipengaruhi oleh sperma pelaku liwath seperti
berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.
Tetapi bila orang tersebut bertaubat
dan kembali kepada Allah, kemudian
mendapatkan karunia taubat yang nashuha
serta amal yang shalih, lalu
kondisinya di masa tua lebih baik dari
kondisi di masa kecilnya, lalu merubah
perbuatan-perbuatan jeleknya dengan berbagai
macam kebaikan serta mencuci
aibnya dengan beragam ketaatan dan
pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya, menjaga
kemaluannya dari yang haram dan benar-benar jujur kepada Allah dalam mu'amalah-nya,
maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan dia akan termasuk ahli
Surga. Sebab, Allah Maha mengampuni seluruh dosa.
Bila taubat itu -kita ketahui- dapat
menghapus segala macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para
nabi dan para waliNya, atau sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak
boleh membatasi penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan
keadilan dan karunia Yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa:
"Orang yang bertaubat dari
dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa."
Dan Allah sendiri telah memberikan
jaminan bahwa barangsiapa yang bertaubat
dari perbuatan syirik, pembunuhan jiwa
dan zina, Allah akan mengganti
perbuatan-perbuatan jeleknya dengan
kebaikan-kebaikan, dan ini adalah
ketentuan hukum yang umum mencakup
setiap orang yang bertaubat dari
berbagai macam dosa.
Allah berfirman:
"Katakanlah: Wahai hamba-hambaKu
yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah,
sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, seungguhnya Dia Maha Pengampun
dan Maha Pengasih." (QS
Az-Zumar: 53)
Ayat diatas ini menunjukan bahwa apa
yang pernah dilakukan oleh manusia yang berbuat dosa, jika dia mohon ampunan
pada Allah dia bertobat dengan sebenar-benarnya tobat maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya itu, dengan syarat dia tidak akan pernah mengulanginya
lagi (tobat nashuha).
Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan
Mati Dalam Su'ul Khatimah (kematian yang sangat buruk)
Bila Anda perhatikan kondisi
kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput,
Anda akan melihat bahwa mereka
terhalangi untuk mendapatkan husnul
khatimah, sebagai hukuman akibat
perbuatan-perbuatan jelek mereka.
Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin
Abdurrahman Asy-Syibli berkata :
"Ketahuilah bahwa su'ul
khatimah itu -semoga Allah menjauhkan kita darinya mempunyai penyebab-penyebab.
Ada jalan-jalan
dan pintu-pintu yang
mengantarkan kepadanya. Penyebab,
jalan dan pintu yang paling besar ialah larut dalam urusan keduniaan, tidak
peduli dengan urusan akhirat dan berani
melakukan maksiat kepada Allah. Bisa
saja ada seseorang yang sudah terbiasa
melakukan kesalahan atau maksiat
tertentu, atau sudah terbiasa tidak peduli dan
berani melakukan maksiat, sehingga
menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh
kebiasaan tersebut, pelita hatinya
padam dan terbentuklah hijab yang dapat menutupinya. Akibatnya, teguran
tidak akan lagi berguna, nasihat tidak akan lagi bermanfaat dan bisa saja
kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan
demikian. Lalu datanglah panggilan
kebaikan dari sebuah tempat yang jauh
(dituntun dengan zikir – ditelinganya
saat hendak mati)
namun dia tidak dapat memahami
maksudnya. Dia tidak tahu apa yang
diinginkan oleh panggilan itu,
sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu
terus mengulangi dan mengulanginya
lagi."
Suatu malam, Sufyan Ats-Tsauri
menangis sampai pagi. Di pagi itu, ada yang
bertanya kepadanya: "Adakah semua
yang kau lakukan ini karena takut akan
dosa?" Lalu Sufyan mengambil
segenggam tanah seraya berkata: "Dosa itu lebih
ringan dari batu ini, aku menangis
karena takut akan su'ul khatimah (kematian yang buruk)."
Sungguh, ini adalah pemahaman yang
sangat baik, bila seseorang itu khawatir
bahwa dosa-dosanya akan membuatnya
terhina di kala meninggal dunia nanti,
sehingga dia terhalang untuk
memperoleh husnul khatimah.
Al-Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa
Abu Darda' di saat sakaratul maut
datang, dia pingsan tak sadarkan diri,
kemudian dia siuman dan membaca:
"Dan (begitulah) Kami memalingkan
hati dan penglihatan mereka seperti mereka
belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya,
dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (QS Al-An'am: 110).
Dan oleh karena itu, para ulama salaf
khawatir kalau dosa-dosa itu dapat
menghalangi mereka untuk memperoleh husnul
khatimah (Kematian yang baik).
Abdul Haq juga berkata:
"Ketahuilah bahwa su'ul
khatimah itu -semoga kita dilindungi oleh Allah darinya tidak akan terjadi
pada orang yang secara lahir dia istiqamah dan secara batin dia shalih. Su'ul
khatimah akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantiasa
melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barangkali hal itu menjadi
kebiasaannya, sehingga kematian datang
menjemputnya sebelum sempat bertaubat,
akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya dicabut
sebelum dia kembali pada Allah, sehingga saat itu setan berhasil merenggut dan
menyambarnya di saat yang genting tersebut. Na'udzu billah !"
Diriwayatkan bahwa -di Mesir- dulu ada
seseorang yang selalu pergi ke mesjid
untuk adzan dan melakukan shalat.
Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya
ibadah. Suatu hari dia naik ke menara
-seperti biasanya untuk adzan-. Di bawah
menara itu ada rumah seorang Nashrani,
dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak perempuan pemilik rumah
itu akhirnya dia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan adzan saat itu, turun
menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak perempuan itu bertanya: "Ada apa, apa yang kamu
inginkan?"
Dia menjawab: "Aku menginginkan
kamu."
Dia bertanya lagi: "Mengapa
demikian?"
Dia menjawab: "Sungguh, engkau telah
menawan jiwaku dan menguasai seluruh
relung hatiku."
Perempuan itu berkata: "Aku tidak
akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya."
Pria tadi menjawab: "Aku akan
mengawinimu lebih dahulu."
Perempuan itu berkata: "Engkau
seorang muslim dan aku nashrani.
Ayahku tidak akan mengawinkan aku
denganmu.
Lelaki itu berkata: "Aku akan masuk
agama Nashrani!"
Maka wanita itu berkata: "Jika
kamu lakukan itu, maka aku mau!"
Akhirnya lelaki itu resmi masuk
Nashrani agar dapat kawin dengannya.
Dia pun tinggal bersama mereka. Dan
pada hari itu, dia naik ke loteng yang ada di rumah tersebut, kemudian dia
jatuh dan langsung mati. Kasihan, dia tidak
berhasil mendapatkan perempuan
tersebut dan dia kehilangan agamanya."
Dan seharusnya, seorang hamba Allah
itu bersedia untuk menjadi penjaga dirinya sendiri dari empat hal di atas
dengan kuat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk ke
dalam dirinya dan jiwanya, dan merusak segala sesuatu.
Pikiran
ditujukan hanya untuk Allah
Pikiran pikiran serta ide-ide yang
paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang tujuannya hanya untuk
Allah dan kebahagiaan untuk di alam akhirat nanti. Kemudian, pikiran yang
tujuannya adalah hanya untuk Allah ini bermacam-macam:
Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang
telah diturunkan dan berusaha untuk
memahami maksud Allah dari ayat-ayat
tersebut; dan memang untuk itulah Allah
menurunkannya; tidak hanya sekedar
untuk dibaca saja, namun membaca itu
hanya media saja. Sebagian ulama Salaf
mengatakan: "Allah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, maka jadikanlah
bacaan Al-Qur'an itu sebagai amalan."
Kedua : Memikirkan dan memperhatikan
ayat-ayat atau tanda-tanda
kebesaranNya yang dapat dilihat
langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat,
hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya
untuk merenungkan tanda tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah
menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai
karunia yang Dia limpahkan
kepada seluruh makhlukNya, dan
merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan
kasih sayangNya. Tiga hal di atas akan
dapat mendorong lahirnya -dari hati seorang hamba ma'rifatullah (pengetahuan
tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila
tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah,
maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma'rifah dan
kecintaan kepadaNya.
Keempat : Memikirkan aib, cela dan kelemahan
yang ada pada jiwa dan amal
perbuatan. Hal ini akan memberikan
manfaat yang sangat besar. Ini merupakan
pintu segala kebaikan. Ini juga sangat
berperan dalam mengalahkan hawa nafsu
yang selalu memerintahkan kejelekan.
Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan
maka nafsu muthmainnah (jiwa
yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan
menjadi penentu segala keputusan. Lalu
hatipun menjadi hidup dan kebijakan
ada pada kerajaannya didengar; dia
perintah para karyawan dan bala tentaranya
untuk melakukan hal yang membawa
kemaslahatannya.
Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu
sekaligus bagaimana cara
menggunakannya, serta menumpahkan
seluruh perhatian terhadap pemanfaatan
waktu. Seorang yang arif, akan selalu
memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu
saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya
dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh
kemaslahatan itu, tidak lain bisa
timbul dan didapatkan melainkan dari adanya
waktu. Dan bila disia-siakan (dan
waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak
akan bisa mengembalikannya lagi untuk
selamanya.
Al-Imam Asy-Syafi'i berkata: "Aku
pernah berteman dengan orang-orang sufi dan
aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa
dari mereka kecuali dua kalimat saja:
Pertama: "Waktu itu bagaikan pedang,
bila engkau tidak memotongnya, dialah
yang akan menebasmu."
Kedua: "Dan nafsumu, bila engkau
tidak menyibukkannya dengan kebenaran,
maka dialah yang akan menyibukkanmu
dengan kebathilan."
Waktu yang dimiliki manusia, itulah
umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah
yang menjadi modal untuk kehidupannya
yang abadi dalam kenikmatan
abadi(Surga), sekaligus juga modal
untuk kehidupan yang sengsara dalam adzab yang pedih(Neraka).
Waktu itu berlalu lebih cepat dari
perjalanan gumpalan awan. Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya
untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan
waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian
dari kehidupannya. Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan
binatang ternak.
Bila seseorang menghabiskan waktunya
penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan angan kosong atau yang paling baik
hanya digunakan untuk tidur dan
pengangguran, maka bagi orang semacam
ini "mati" itu lebih baik daripada dia
hidup.
Bila seorang hamba yang sedang
melakukan shalat- tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada
bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah
waktu yang dia habiskan untuk Allah dan dengan Allah.
Pikiran-pikiran atau ide-ide yang
tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita
kategorikan sebagai was-was syaithaniyah(bisikan-bisikan
setan), angan-angan kosong atau
halusinasi bohong, persis seperti pikiran- pikiran orang yang kurang waras
akalnya, baik karena mabuk atau fly dan lain
sebagainya. Di mana ketika segala
hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:
Bila kedudukanku, saat dikumpulkan
bersama kalian, seperti apa yang telah
aku temui sendiri (sekarang ini), maka
sungguh aku telah menyia-nyiakan
hari-hariku. Angan-angan itu telah
menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya
hanya sebagai bunga mimpi.
Allah
telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia:
Nafsu
ammarah dan nafsu muthmainnah .
Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang
satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang terasa nikmat oleh yang
satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih
berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah
dan lebih mendahulukan keridhaanNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada
amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada
sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang
bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang
lebih berbahaya baginya dari amal tersebut. Dalam hal ini, malaikat itu berada
di samping kanan hati manusia, sementara setan di samping kirinya. Dan
pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan
(oleh Allah) di dunia ini.
Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak
kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam kebenaran itu
akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu,
kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama
kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan
bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di
akhirat nanti.
Sebagaimana manusia yang paling hina
adalah mereka yang paling banyak
memiliki keinginan dan pikiran untuk
memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia
berada. Wallahul musta'an (Allah-lah
tempat mohon pertolongan).
Lihatlah, Umar bin Khaththab,
pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridhaan Allah. Barangkali dia
dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya
(untuk jihad).
Dengan demikian dia telah berhasil
mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul
dalam satu ibadah.
Ini adalah satu hal yang mulia dan
agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali
mereka yang mempunyai keinginan yang
benar-benar kuat dan pandai mencari,
luas ilmunya serta tinggi
cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah
namun dia juga mendapatkan
ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang
diberikan pada hambaNya yang tulus dan
ikhlas mencari keridho’an Nya.