Bagaimana sebenarnya akidah dan ajaran syi’ah –yang tergolong
minoritas- terhadap Ahlus sunnah yang menjadi mayoritas? Apakah ajaran golongan
minoritas tersebut tidak berisi kebencian dan pengafiran terhadap selain
mereka, khususnya Ahlussunnah wal Jama’ah?
Mari kita melihat bagaimana ajaran Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah
dari kitab-kitab yang ditulis para ulama Syi’ah dan diakui sebagai rujukan
agama mereka.
Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal
Jama’ah adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan
penghalalan darah dan harta.
·
Akidah Syi’ah Terhadap Ahlussunnah
Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah
adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan
darah dan harta. Menurut keyakinan mereka, kekufuranAhlus Sunnah lebih besar
daripada kekufuran Yahudi dan Nashrani. Kenapa bisa begitu? Menurut mereka,
kekafian Yahudi dan Nashrani adalah kekafiran asli, sedangkan kekafiran ahlus
sunnah adalah karena murtad. Dan menurut ijma’, kekafiran karena murtad lebih
besar daripada kekafiran asli.
Berikut ini kami sebutkan beberapa keyakinan mereka tentang Ahlus
Sunnah yang berasal dari ucapan ulama-ulama mereka yang tertulis dalam kitab-kitab
mereka sendiri.
1. Syaikh Husain bin Ali ‘Ushfur
al-Dararial-Bahrani dalam kitabnya, al-Mahasin al-Nafsaniyyah fii Ajwibah
al-Masaa-il al-Khurasaaniyyah, hal. 17: Orang-orang Syi’ah menggelari
orang-orang Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan al-Naashibah.
Menurut keyakinan Syi’ah, mereka lebih najis daripada anjing dan lebih kufur
daripada Yahudi dan Nashrani.
Dia mengatakan,
“Bahkan kabar-kabar dari mereka (para imam) ‘alaihis salam
menyerukan bahwa yang dimaksud al-Nashib adalah yang dikenal dikalangan mereka
dengan Sunni.”
2. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, Juz: 101, hal.
85: Abu Abdilllah berkata: “Sesunghunya Allah Tabaraka wa Ta’ala terlebih
dahulu melihat orang-orang yang menziarahi kuburan Husain bin Ali pada sore
hari ‘Arafah.” Beliau ditanya, “(Apakah) sebelum melihat orang-orang yang
sedang wukuf?” Beliau menjawab, “Ya.” Beliau ditanya lagi, “Bagaimana bisa
begitu?” Beliau menjawab,
“Karena di tengah-tengah mereka (orang-orang yang wukuf di
Arafah) terdapat anak-anak zina, sedangkan di tengah-tengah mereka (peziarah
kuburan Husain) tidak ada anak-anak zina.”
Syi’ah menuduh Ahlus Sunnah sebagai anak zina . . .
3.Al-Kulaini, dalam al-Raudhah min al-Kaafi, Juz 8, hal.
285, menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Abdillah yang berkata kepada Abu
Hamzah:
“Demi Allah hai Abu Hamzah, sesungguhnya manusia seluruhnya
merupakan anak-anak pelacur kecuali Syi’ah kita.”
4. Muhammad al-Tijani, dalam kitabnya al-Syi’ah Hum Ahlus
Sunnah, hal. 161, lebih terang-terangan lagi menyatakan bahwa al-Nawasib
(yang mereka kafirkan dan musuhi) adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dia
berkata,
“Dan tidak membutuhkan pengenalan lagi bahwa madhab al-Nawashib
adalah madhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dan al-Mutawwil adalah pembela madhab
Al Nawashib, dia itu sendiri yang bergelar muhyis sunnah (pengidup sunnah),
maka pahamilah.”
Menurut keyakinan al-Tijani, mayoritas Ahlus Sunnah wal
Jama’ah-lah yang menyimpang dari keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Ia menjuluki al-Mutawwil sebagai tokoh utama al-Nawashib (yang
memusuhi) Ali dan Ahlul Bait. Bahkan kedengkiannya sudah sampai membongkar
makam Husain, melarang menziarahinya, danmembunuh orang-orang yang menggunakan
nama Ali. Al-Khawirizmi dalam Rasail-Nya menyebutkan bahwa al-Mutawakkil tidak
akan memberikan harta atau bantuan kecuali kepada orang yang mencela keluarga
Ali bin Abi Thalib dan membela madhab al-Nawashib.
Namun ini merupakan tuduhan semata dari al-Tijani yang menunjukkan
kedengkian dan kebenciannya terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
5. Muhammad al-‘Ayasyi, dalam tafsirnya al-‘Ayasyi, Juz 2,
hal. 398, menukil riwayat dari Ibrahim bin Abi Yahya. Dari Ja’far bin Muhammad,
ia berkata: “Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali ada satu Iblis yang
mendatanginya. Jika Allah mengetahui bahwa dia dari Syi’ah kami, maka Allah
akan menghijabinya dari syetan itu. Dan jika bukan dari Syi’ah kami, maka
syetan akan menancapkan jari telunjuknya di duburnya, lalu ia akan menjadi
orang yang buruk, oleh karenanya zakar keluar di depan. Dan jika ia seorang
perempuan, syetan akan menancapkan jari telunjuknya di kemaluannya sehingga ia
menjadi pezina. Di saat itulah seorang bayi akan menangis dengan kencang jika
ia keluar dari perut ibunya. Dan setelah itu, Allah akan menghapus dan
menetapkan apa yang dikehendaki-Nya, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul kitab.”
Menurut Syi’ah, Wanita Ahlus Sunnah sebagai pelacur . . .
6. Ni’matullah al-Jazairi, dalam al-Anwar al-Nu’maniyah,
2/307: Bahwa Syi’ah menghalalkan darah dan harta Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
yakni membunuh dan merampas harta mereka. Diriwayatkan oleh al-Shaduq, ia
bertanya kepada Abu Abdillah, “Apa pendapat Anda tentang membunuh orang
al-Nashib (Ahlus Sunnah)?” Ia menjawab, “Darahnya halal (boleh membunuhnya),
tetapi aku khawatir atas (keselamatan) mu. Jika kamu bisa, robohkan dinding
(timpakan) atasnya atau kamu tenggelamkan di air supaya tidak bisa memberikan
kesaksian (yang memberatkan) atasmu, maka lakukanlah.” Aku bertanya lagi, “Apa
pendapat Anda dalam hartanya?” Ia menjawab, “Ambillah hartanya semampumu.”
7. Ni’matullah al-Jazaairi, dalam Nuur al-Barahin, hal. 57,
bahwa firqah-firqah yang menyelisihi Firqah Imamiyah, berdasarkan nash-nash
yang banyak sekali, menunjukkan mereka kekal di neraka. Dan ikrar syahadat
mereka tidak bermanfaat sedikitpun kecuali dalam penjagaan darah dan harta
mereka serta pelaksanaan hukum-hukum Islam yang berlaku bagi mereka.
Catatan: Bagi Syi’ah, seluruh kaum muslimin adalah Nawashib, karena mereka
tidak mendahulukan Ali atas Abu Bakar dan Umar, kecuali Syi’ah saja.
Syi’ah menuduh Ahlus Sunnah telah kafir dan akan kekal di neraka. Sehingga darahnya halal ditumpahkan
dan hartanya halal dirampas. . .
8. Yusuf al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam
al-‘Ithrah al-Thaahirah, hal. 136 dalam Bab “Orang yang menyelisihi
(Syi’ah), hakikatnya bukan orang Islam. Dan sesungguhnya orang yang menyelisihi
(Syi’ah) sebenarnya adalah kafir.” Ia tidak membedakan antara kufur kepada
Allah dan kufur kepada para imam, dengan alasan bahwa imamah termasuk masalah ushuluddien
(pokok agama) berdasarkan nash ayat dan hadits yang sangat jelas. Di
antaranya pernyataannya,
“Pertama: engkau telah mengetahui bahwa orang yang menyelisihi
(Syi’ah) adalah kafir, tidak memiliki bagian dalam Islam dari berbagai sisinya,
sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab kami al-Syihab al-Syaqib.”
Catatan: Beginilah Syi’ah dengan mudahnya menisbatkan kekafiran kepada
orang yang mereka sebut sebagai wahabiyyin. Jangan heran jika mereka sangat
membenci dan suka menghina Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena memang beginilah
ajaran agama mereka.
9. Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, dalam kitabnya Tahdziib
al-Ahkaam 3/197, menyebutkan: Imam mereka (Abu Abdillah), ikut menyalatkan
jenazah orang munafik (yang mereka maksud adalah Ahlus Sunnah,- red), tapi ia melaknatnya,
isi doanya:
“Allahu
Akbar, Ya Allah laknatlah fulan hamba-Mu dengan seribu laknat yang terkumpul,
bukan terberai. Ya Allah, hinakanlah hamba-Mu ini di tengah hamba-hamba-Mu dan
di dalam negeri-Mu, sampaikanlah ia panasnya neraka-Mu, dan timpakan padanya
adzab-Mu yang paling pedih, karena ia mengangkat musuh-musuh-Mu sebagai
pemimpin, memusuhi para wali-Mu, dan membenci keluarga Nabi-Mu.”
Catatan: Maka jangan heran jika kita
melihat seorang pengikut Syi’ah ikut menyalatkan jenazah seorang muslim, lalu laknat ini yang
ia bacakan kepadanya. Karena menurut mereka, setiap orang yang menyelisihi
Syi’ah disebut munafik.
10. Al-Hurr al-‘Aamili dalam Wasail
al-Syi’ah: 2/771, Bab: Bagaimana cara menyalatkan orang yang sunni yang
menyimpang, dari Muhammad bin Muslim dan
salah seorang kedunya berkata: “Jika ia seorang penentang kebenaran, maka ucapkan:
“Ya Allah penuhilah lambungnya dengan api, kuburnya dengan api,
dan kuasakan ular dan kalajengking atas mereka.”
Jika orang Syi’ah menyalatkan Ahlus Sunnah, bukan doa kebaikan
yang terucap, tapi laknat dan adzab Allah yang mereka mohonkan. .
11. Al-Maaqami, dalam Tanqih
al-Maqaal fii ‘Ilmi al-Rijal, pada faidah yang ke-20, hal. 208, menukil
dari al-Muhaqqiq al-Bahrani dan dari riwayat-riwayat yang banyak bahwa orang
yang bukan Syi’ah Istna ‘Asyariyah adalah kafir dan musyrk.
12. Muhsin al-Mu’allim, dalam kitabnya al-Nushbu
wa al-Nawashib, hal. 609. Sesudah menyebutkan sejumlah Nawashib, di
antaranya: Abu Bakar, Umar, Ustman, ‘Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, Ibnu Umar,
dan sejumlah sahabat, serta Imam Malik, dan al-Bukhari radhiyallahu ‘anhum,
ia menyebutkan kafirnya para nawashib dari perkataan para ulama Syi’ah:
“Sayyid al-Khu-i semoga Allah meridhainya berkata: dan lebih jelasnya seorang nashib hukumnya
kafir walau ia menampakkan (ucapan) dua kalimat syahadat dan keyakinan kepada
hari kiamat.”
Sayyid al-Shadr berkata tentang orang-orang yang ia kecualikan
dari najisnya orang kafir, ia memasukkan di antaranya: Ahlul Kitab, ghulat,
lalu menyebut Nawashib. Ia berkata, “Begitu nawashib yang menyatakan
permusuhannya kepada Ahlul Bait yang mereka itu telah Allah hilangkan kotoran
(najis) dari mereka dan membersihkan mereka sebersih-bersihnya. Sesungguhnya
mereka itu, para pemberontak dan nawashib, adalah kafir. Tetapi mereka suci
menurut syariat selama mereka menisbatkan diri kepada Islam.”
“Mengambil dalil dari apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Ya’fur dalam al-Mautsiq,
dari Abu Abdillah, dalam sebuah hadits ia berkata: Janganlah kalian mandi dari
tempat pemandian umum. Karena di dalamnya digunakan mandi orang Yahudi,
Nashrani, Majusi, dan al-Nashib (para pembeci) terhadap kita ahlul Bait. Maka
dia itu adalah yang terburuk dari mereka. dan sesungguhnya Allah Tabaraka wa
ta’ala tidak pernah menciptakan satu makhluk yang lebih najis daripada anjing.
Dan sesungguhnya al-Nashib (orang-orang yang memusuhi) kita ahlul bait, jauh
lebih najis daripada anjing.”
13. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, 23/390 meyebutkan, seluruh
kaum muslimin yang tidak meyakini keimamahan para imam dua belas (artinya;
selain kelompok Syi’ah) adalah kafir, sesat, dan kekal dalam neraka. Berikut
pernyataannya:
-“Ketahuilah, sesunguhnya keumuman
lafadz syirik dan kufur atas orang yang tidak meyakini keimamahan amirul
mukminin dan para imam sesudahnya dari anak-anaknya, dan lebih mengutamakan
yang lain atas mereka itu menunjukkan bahwa mereka adalah kafir yang kekal di
neraka.”
- “Syaikh al-Mufid dalam kitab
al-Masa’il berkata: “Imamiyah bersepakat atas orang yang mengingkari
keimamahan salah seorang imam (yang dua belas) dan menentang apa yang Allah
wajibkan kepadanya berupa kewajiban taat (kepada para imam) adalah kafir,
sesat, dan wajib kekal di neraka.”
Jika ingin terjadi kehidupan yang
rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Syi’ah, hendaknya mereka
meninggalkan ajaran yang berisi profokasi dan suka menghina kelompok lain. Lalu
kembali kepada kesatuan ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai dengan
yang dipahami para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim.
Dari pernyataan-pernyataan para
ulama syi’ah dalam kitab-kitab mereka sendiri di atas, nampak jelas bahwa kaum
Syi’ah mengafirkan kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang merupakan
kelompok mayoritas kaum muslimin Indonesia. Karena itulah, kiranya wajar kalau
saudara-saudara kita tersinggung dan marah terhadap paham yang diajarkan dan
didengung-dengungkan Syi’ah. Oleh sebab itu, jika ingin terjadi kehidupan yang
rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah danSyi’ah, hendaknya mereka
meninggalkan ajaran yang berisi provokasi dan suka menghina kelompok lain. Lalu
kembali kepada kesatuan ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai
dengan yang dipahami para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim.
Fatwa MUI & Pandangan Muhammadiyah Tentang Syiah
Faham
Syiah
بسم اللّه الرحمن الرحيم
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional
bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ ah
sebagai berikut:
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat
dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni
(Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.
Perbedaan itu di
antaranya :
1. Syi’ah menolak hadis yang tidak
diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak
membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang
suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa
yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya
“Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan
ikut sertanya “Imam”.
4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan
kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni
(Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan
keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui
kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan,
sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu
Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah
Ditetapkan : Jakarta, 7
Maret 1984 M
4 Jumadil Akhir 1404 H
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
·
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tajdid,
Prof Dr Yunahar Ilyas, Muhammadiyah memiliki empat
sikap tentang Syi’ah :
Pertama, Muhammadiyah meyakini bahwa hanya
Nabi Muhammad SAW saja yang makshum, sehingga Muhammadiyah menolak konsep
ishmatul a’immah (kesucian para imam) dalam ajaran Syi’ah.
Muhammadiyah menolak konsep
kekhalifahan Rafidhahnya Syi’ah...
Kedua,
terhadap konsep kekhalifahan Syi’ah, Muhammadiyah secara tegas menolak konsep
kekhalifahan Syi’ah Rafidhah. Muhammadiyah meyakini bahwa Rasulullah SAW tidak
menunjuk siapapun pengganti beliau sebagai khalifah. Kekhalifahan setelah
Rasulullah di serahkan kepada kekhalifahan umat. Dengan prinsip ini,
Muhammadiyah meyakini keabsahan kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin
Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Karenanya, Muhammadiyah
menolak konsep kekhalifahan Rafidhahnya Syi’ah.
Ketiga, Muhammadiyah menghormati shahabat Ali bin Abi Thalib secara
proporsional, sama seperti penghormatan kepada para shahabat lainnya.
Karenanya, Muhammadiyah menolak kultus individu terhadap Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.
Penolakan Syi’ah terhadap ribuan hadits shahih melahirkan banyak
perbedaan antara Islam dengan Syi’ah dalam masalah akidah, ibadah, munakahat,
dll...
Keempat, Muhammadiyah memiliki perbedaan yang sangat prinsipil dengan
Syi’ah, berpangkal dari sikap terhadap hadits shahih. Di mana Syi’ah hanya
menerima hadits-hadits dari jalur Ahlul Bait yang berakibat tertolaknya ribuan
hadits shahih, meskipun diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Penolakan
ribuan hadits shahih ini otomatis melahirkan banyak perbedaan antara Islam
Ahlussunnah dengan Syi’ah, baik dalam masalah akidah, ibadah, munakahat, dan
lain sebagainya
PP Muhammadiyah Dicatut di Undangan Maulidan Syi’ah
PP.Muhammadiyah membantah undangan maulidan Syi’ah yang
mencantumkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin sebagai salah
satu narasumber. Pencantuman di luar sepengetahuan PP Muhammadiyah.
Muhammadiyah dicatut?
Salah satu Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr Yunahar Ilyas, membantah
keras keterlibatan Ketua Umum PP
Muhammadiyah dalam acara Maulidan Syi’ah. “Soal maulid Pak Din sudah membantah
itu. Saya sudah cek ke Pak Din mereka tidak menghubungi dan Pak Din tidak akan
datang,” tegasnya kepada voa-islam.com, Kamis (9/2/2012).
0 komentar:
Posting Komentar