Penulis Buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia
Setelah terjadi pengepungan massa
umat Islam terhadap Pusat Ahmadiyah di Kampus Mubarok di Parung Bogor Jawa
Barat ba’da Jum’at 15 Juli 2005M/ 8 Jumadil Akhir 1426H, dan berakhir dengan
keputusan Pemerintah daerah (Pemda) Bogor untuk menutup pusat aliran sesat
Ahmadiyah itu, maka orang-orang Ahmadiyah di dalamnya dievakuasi dengan 4 bus
dan 4 truk polisi.
Bentrokan
massa antara kaum Muslimin anti aliran sesat Ahmadiyah dengan orang Ahmadiyah
di pusatnya. Markas pusat Ahmadiyah itu sudah berdiri sejak tahun 1980-an.
Setelah adanya fatwa Munas II Alim Ulama MUI 1980 yang memfatwakan Ahmadiyah
adalah di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Hal itu juga dikuatkan dengan
surat edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan haji Departemen Agama, agar ulama
menjelaskan sesatnya Ahmadiyah.
Ahmadiyah
sendiri menyusup dan datang ke Indonesia sejak 1925. Awal mulanya digandeng
oleh Muhammadiyah karena dianggap sebagai pembaharu. Namun di tahun 1930-an
kemudian Muhammadiyah baru tahu bahwa Ahmadiyah itu sesat, bukan pembaharu sebagaimana
yang semula difahami. Maka Muhammadiyah tidak lagi menjadikan Ahmadiyah sebagai
kawan sejak 1930 itu.
Meskipun tahun 1930 pimpinan
Muhammadiyah sudah pidato resmi bahwa Ahmadiyah yang selama ini dijadikan teman
ternyata bukan teman. Namun sampai tahun 2000 masih ada petinggi Muhammadiyah,
Dawam Rahardjo, yang mengatasnamakan Muhammadiyah mengundang Khalifah IV
Ahmadiyah, Thahir Ahmad, di London untuk hadir ke Indonesia di masa Presiden
Gus Dur / Abdurrahman Wahid. Kedatangan penerus nabi palsu yang diundang oleh
orang yang memalsu atas nama Muhammadiyah itu disambut pula oleh bekas ketua
Muhammadiyah yang sedang jadi ketua MPR, Amien Rais dengan berangkulan di
Gedung DPR/MPR. Sementara itu yang memalsu atas nama Muhammadiyah, Dawam
Rahardjo, mengalungkan bunga kepada penerus nabi palsu Thahir Ahmad di Bandara
Cengkareng. Semua itu kemudian disiarkan oleh media Ahmadiyah.
Seorang pakar dari
Pakistan, Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, penulis buku Keyakinan
Al-Qadiani, sengaja hadir ke Indonesia kemudian berpidato di Masjid
Al-Azhar Jakarta. Pakar dari Pakistan ini memprotes keras, agar Dawam Rahardjo
diadukan ke pengadilan, karena telah mengatas namakan Muhammadiyah, mengundang
penerus nabi palsu ke Indonesia.
Ketika saya bersama Haryadi mantan
Ahmadiyah, Farid Okbah- Al-Irsyad, dan Abu Yazid- Persis masuk ke kampus
Mubarok Parung Bogor saat Thahir Ahmad ada di sana. Saat itu kami ingin bertamu
kepada teman Ahmad Haryadi, namun kami ditangkap. Lalu saya berbincang-bincang
dengan sebagian mereka, ketika pihak keamanan Ahmadiyah sedang mengusut
teman-teman saya yang bertamu tapi ditangkap ini. Saya tanyakan, kenapa Dawam
Rahardjo datang ke London mengundang Thahir Ahmad? Dijawab, karena Ahmadiyah
membiayai Dawam Rahardjo.
Pantaslah, di saat ada desakan dari umat Islam sekitar kampus Mubarok
Pusat Ahmadiyah agar Ahmadiyah dan kampusnya dibubarkan, maka Dawam Rahardjo
menjadi “pehlawan” kesiangan. Dawam berbicara di konperensi pers di PBNU yang
diselenggarakan oleh Johan Effendi yang memang anggota resmi Ahmadiyah selaku
ICRP yang didanai lembaga kafir The Asia Foundation berpusat di Amerika.
Dawam mengecam MUI,
FPI, dan LPPI. Masih kurang puas, Dawam pun menulis di Koran Indo Pos
anak perusahaan media Jawa Pos, berjudul Teror terhadap Ahmadiyah. Dawam tampak gusar, dengan dalih HAM (Hak
asasi manusia) maka dia tudingkan telunjuknya yang sudah menua renta itu dengan
berteriak bahwa FPI (Front Pembela Islam) dan LPPI (Lembaga Penelitian dan
Pengkajian Islam) berada di balik terror itu.
Anak muda Muhammadiyah pun ada yang
ketinggalan kereta, lalu tergopoh-gopoh mengadakan konperensi pers di kantor
Pusat Muhammadiyah untuk membela Ahmadiyah. Sukidi yang memang kadernya Dawam
Rahardjo ini dalam keadaan luka karena baru saja JIMM (Jaringan Intelektual Muda
Muhammadiyah, nama “Muhammadiyah” ini diusulkan di Muktamar dilarang untuk
dipakai JIMM) terjengkang di Muktamar Muhammadiyah di Malang 3-8 Juli 2005.
Sebagaimana Dawam Rahardjo, Amin Abdullah, dan Abdul Munir Mulkan dan para
tokoh liberal berfaham pluralisme agama alias menyamakan semua agama
(kemusyrikan) telah terjengkang di Muktamar; maka Sukidi mengambil kesempatan
untuk membela Ahmadiyah. Kontraslah.
Muhammadiyah
jelas sudah berpisah dengan Ahmadiyah sejak 1930, dan menyesali kenapa dulunya
berteman; tetapi Dawam dan Sukidi masih berkasih mesra atas nama Muhammadiyah
sambil mengecam-ngecam MUI, FPI, LPPI, dan umat Islam hanya dengan dalih HAM.
Padahal justru yang telah mengoyak-koyak aqidah Islam dan Al-Qur’an adalah
Ahmadiyah itu, yang bukan sekadar melanggar HAM tetapi menodai kitab suci umat
Islam sedunia.
Nabi Palsu Ahmadiyah
“Apakah benar, nabinya orang Ahmadiyah,
Mirza Ghulam Ahmad (India 15 Februari 1835- 26 Mei 1906), itu matinya di kakus/
wc?” tanyaku kepada Dr Hasan bin Mahmud
Audah, mantan orang kepercayaan Khalifah Ahmadiyah ke-4 Thahir Ahmad, yang
sudah kembali ke Islam.
“Ha.. ha.. haa.. itu tidak benar. Mirza
Ghulam Ahmad tidak bisa ke wc. Dia meninggal di tempat tidur, berminggu-minggu
sebelum matinya dia berak dan kencing di situ. Jadi tempat tidurnya sangat
kotor. Karena dia sakit, sampai dalam sehari kencing seratus kali. Makanya,
tanyakan kepada orang Ahmadiyah, maukah kamu mati seperti nabimu?” jawab Dr
Audah.
Demikianlah ungkapan yang bisa penulis korek
dari Dr Hasan bin Mahmud Audah, mantan Muballigh Ahmadiyah yang dulunya dekat
dengan Khalifah Ahmadiyah di London, Thahir Ahmad, seusai seminar nasional
tentang Kesesatan Ahmadiyah dan Bahayanya yang diselenggarakan LPPI di
Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 11/8 2002.
Selain masalah kematian yang menjijikkan.
Mirza Ghulam Ahmad. menurut Audah, punya
dua penyakit: jasmani dan akal. Sakit jasmaninya sudah jelas, berminggu-minggu
menjelang matinya tak bisa beranjak dari tempat tidur, hingga kencing dan berak
di tempat tidurnya.
Adapun sakit akalnya, Mirza Ghulam Ahmad
mengaku menjadi Maryam, lalu Allah meniupkan ruh kepadanya, maka lahir Nabi
Isa, yang Nabi Isa itu adalah diri Mirza Ghulam Ahmad itu sendiri. Apakah tidak
sakit akal itu namanya, ujar Dr Hasan Audah yang dulunya mempercayai Mirza
Ghulam Ahmad, hingga beli sertifikat
kuburan surga di Rabwa segala.
Propaganda bohong
Tentang propaganda bohong, Ahmadiyah adalah
jagonya. Propagandis Ahmadiyah pun di depan penulis dan 1200 hadirin di Masjid
Al-Irsyad Purwokerto, April 2002, dia bisa ngibul (berbohong) bahwa banyak raja-raja yang masuk
“Islam”, yaitu masuk Ahmadiyah. Hingga seakan orang Ahmadiyah bangga dan
berjasa kepada Islam karena bisa “mengislamkan” raja-raja.
Ketika hal itu saya kemukakan kepada Dr
Hasan Audah. Mantan petinggi Ahmadiyah itu kembali tertawa dan berkata, “Itu
bohong besar. Di Afrika, kepala-kepala dusun/ desa memang disebut raja. Jadi
hanya tingkat kepala dusun, bukan berarti raja yang sebenarnya. Nah itulah yang
dijadikan propaganda. Ahmadiyah memang penuh kebohongan dan propaganda,”
tegasnya.
Kalau disimak, keterangan Dr Hasan Audah
itu bisa dicocokkan dengan aneka ajaran Ahmadiyah, bahkan slogan-slogannya.
Kebohongan memang ada di mana-mana. Di kitab sucinya, Tadzkirah, di
sertifikat kuburan surga, bahkan di spanduk-spanduknya pun penuh kebohongan.
Satu contoh kecil, spanduk yang dipasang di
berbagai tempat dalam lingkungan Al-Mubarok, sarang Ahmadiyah di Parung Bogor
Jawa Barat, waktu kedatangan Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad, Juni-Juli 2000.
Pada masa pemerintahan Gus Dur, ada slogan Semua Dicintai, Tiada yang
Dibenci. Tetapi itu slogan bohong. Buktinya, ketika Ahmad Haryadi mantan propagandis
Ahmadiyah bersama saya (Hartono Ahmad Jaiz), Farid Okbah da’I Al-Irsyad, dan
Abu Yazid pemuda Persis (Persatuan
Islam) dari Bekasi Jawa Barat masuk ke sarang Ahmadiyah di Parung saat ada
upacara besar-besaran mendatangkan Khalifah Ahmadiyah IV Thahir Ahmad dari
London itu, tiba-tiba seorang tua bekas teman Haryadi membentaknya: “Bagaimana
kamu bisa masuk ke sini?!”
Ahmad Haryadi menjawab: ”Itu kan ada
spanduk, Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci.” “Tidak bisa! Dicintai itu kalau kamu
cinta kami. Kamu kan tidak cinta kami!” ujar lelaki Ahmadiyah keras-keras.
Belum berlanjut perdebatan antara mantan
dan aktivis Ahmadiyah itu tahu-tahu Ahmad Haryadi dan kami berempat ditangkap
oleh kepala keamanan Ahmadiyah yang
membawa 25 pemuda keamanan Ahmadiyah malam itu.
Slogan Semua Dicintai, Tiada yang
Dibenci itu menurut Dr Hasan Audah, pertama kali diucapkan oleh khalifah
sebelum Thahir Ahmad. Kata-kata itu adalah perkataan yang bertentangan dengan
Islam. Karena Islam Asyidaau ‘alal kuffar ruhamaau bainahum. Bersikap
keras terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih sayang sesama Muslim.
Bohong dan bertentangan dengan Islam itulah
inti ajaran Ahmadiyah. Karena nabinya,
Mirza Ghulam Ahmad, adalah seorang pembohong dan pembuat ajaran yang
bertentangan dengan Islam.
Nabi palsu dengan pengakuan palsu
Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan beberapa
pengakuan palsu secara bertahap.
i.
Pertama, ia mengaku sebagai mujaddid (pembaru).
ii. Kemudian ia mengaku sebagai nabi yang
tidak membawa syari’at.
iii. Kemudian ia mengaku sebagai nabi dan
rasul membawa syari’at, menerima wahyu seperti Al-Qur’an dan menerapkannya
kepada dirinya.
iv. Setelah itu ia mengikuti cara-cara kebatinan
dan zindiq (kufur) dalam ungkapan-ungkapannya. Ia mengikuti cara-cara Baha’I
dalam mengaburkan ucapannya.
v. Kemudian ia mulai meniru mu’jizat penutup
para nabi, Nabi Muhammad saw,
vi. Lalu menjadikan masjidnya sebagai
Masjid Al-Aqsha, dan desanya sebagai Makkah Al-Masih.
vii. Ia jadikan Lahore sebagai
Madinah, dan menara masjidnya diberi nama Al-Masih.
viii.Ia membangun pemakaman yang
diberi nama pemakaman al-jannah, semua yang dimakamkan di sana adalah ahli
syurga. (Syaikh Muhammad Yusuf Al-Banuri, ahli Hadits di Karachi Pakistan,
dalam kata pengantar buku Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, Keyakinan
Al-Qadiani, LPPI, 2002, hal xxii).
Cukuplah jelas apa yang ditegaskan Nabi
Muhammad saw,”Kiamat tidak akan tiba sebelum dibangkit para Dajjal pendusta
yang jumlahnya hampir tiga puluh orang. Setiap mereka mendakwakan bahwa dirinya
adalah Rasul Allah. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Ahmadiyah Mengkafirkan Muslimin
Seorang Muslim yang
tidak percaya akan da'wah pengakuan Ghulam Ahmad sebagai “nabi” dan “rasul”,
maka orang Muslim itu dikafirkan oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan aneka ucapannya
dan ucapan pengikutnya. Bahkan ucapan yang dinisbatkan kepada Allah swt dalam
Kitab Tadzkirah Wahyu Muqoddas, wahyu suci yang dianggap dari Allah kepada
Mirza Ghulam Ahmad:
i.
Sayaquulul ‘aduwwu lasta
mursalan. Musuh
akan berkata, kamu bukanlah (orang yang) diutus (oleh Allah). (Tadzkirah,
halaman 402). Lalu perkataan Mirza Ghulam Ahmad:
ii. Seseorang yang tidak beriman
kepadaku, ia tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. (Haqiqat ul-Wahyi, hal.
163).
iii. “Sikap orang yang sampai da’wahku
kepadanya tapi ia tak mau beriman kepadaku, maka ia kafir. (S.k. al-Fazal,
15 Januari 1935).
Basyiruddin, adik
Mirza Ghulam Ahmad, berkisah:
d) “Di Lucknow,
seseorang menemuiku dan bertanya: “Seperti tersiar di kalangan orang ramai,
betulkah anda mengafirkan kaum Muslimin yang tidak menganut agama Ahmadiyah?”
Kujawab: “Tak syak lagi, kami memang telah mengafirkan kalian!” Mendengar
jawabanku, orang tadi terkejut dan tercengang keheranan.” (Anwar Khilafat, h.
92).
e) Ucapannya lagi:
“Barangsiapa
mengingkari Ghulam Ahmad sebagai ‘nabi’ dan ‘rasul’ Allah, sesungguhnya ia telah
kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka
membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian
lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!” (5.k. al-Fazal, 26 Juni 1922).
f) Katanya lagi :
“Setiap orang yang
tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, maka dia kafir, ke luar dari agama walaupun
dia Muslim, walaupun ia sama sekali belum mendengar nama Ghulam Ahmad”. (Ainah
Shadaqat, h. 35).
g) Dan Basyir Ahmad
meningkahi ucapan abang kandungnya:
“….. Setiap orang
yang beriman kepada Muhammad tapi tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, dia kafir,
kafir, tak diragukan lagi kekafirannya”. (Review of Religions, No. 35; Vol. XIV, h. 110).
Perusak Aqidah Lebih Bahaya Dibanding Bandar Narkoba
Mirza Ghulan Ahmad, selain mengaku nabi, di
samping bohong, ia menulis buku dan slebaran untuk mendukung Penjajah Inggris,
dan menghapus jihad sampai sebanyak 50 lemari.
Pantaslah
kalau Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) yang berpusat di Makkah tahun
1394H menghukumi aliran Ahmadiyah itu kafir, bukan Islam, dan tak boleh berhaji
ke Makkah. Karena memang syarat-syarat
sebagai dajjal pendusta dalam diri Mirza pendiri Ahmadiyah ini
telah nyata. Tinggal penguasa di negeri-negeri Islam menghadapinya, dengan
mencontoh Abu Bakar ra yang telah mengerahkan 10.000. tentara untuk memerangi
nabi palsu, Musailamah Al-Kadzdzab, hingga tewas.
Karena nabi palsunya, Mirza Ghulam Ahmad,
telah mati dengan dihinakan oleh Allah
swt, maka penguasa kini tinggal melarang ajarannya, membekukan
asset-asset pendukungnya, dan membubarkan aktivitasnya. Penguasa adalah
pelindung, sebagaimana berkewajiban melindungi masyarakat dari perusakan
jasmani misalnya narkoba, perusakan mental misalnya judi, maka perusakan
aqidah, penodaan, dan pemalsuan yang dilakukan Ahmadiyah mesti dihentikan,
dularang dan diberantas tuntas . Membiarkannya, berarti membiarkan kriminalitas
meruyak di masyarakat, bahkan bisa diartikan mendukung rusaknya masyarakat.
Padahal sudah ada contohnya, negeri jiran, Malaysia telah melarang Ahmadiyah
sejak 1975. Sedang MUI (Majelis Ulama Indonesai) pun telah memfatwakan sesatnya
Ahmadiyah sejak 1980. Forum Ukhuwah Islamiyah terdiri dari sejumlah Ormas Islam
telah mengajukan surat ke kejaksaan Agung untuk dilarangnya aliran sesat
Ahmadiyah, September 1994. Permohonan
yang sama oleh LPPI 1994. Larangan Ahmadiyah oleh beberapa Kejaksaan Negeri
(Subang 1976, Selong Lombok Timur 1983, Sungai Penuh 1989, dan Tarakan 1989)
serta larangan Ahmadiyah oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 1984.
Jaksa
Agung masih menunggu apa lagi?
Box 1:
“Dudukkan
Kasus Ahmadiyah dengan Proporsional”
Dalam
konferensi pers yang berlangsung di PP Muhammadiyah (18/7), hadir pada
kesempatan itu, Tabrani Syabirin, MA (Wakil Ketua Majelis Tabligh, PP
Muhammadiyah), H. Risman M (Sekjen Korps Mubaligh Nasional, PP Muhammadiyah),
Hartono A Jaiz (Peneliti LPPI), KH Kholil Ridwan (Wakil Ketua KISDI), KH
Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Ketua
KISDI) dan lain-lain.
Peneliti LPPI, Ust. Hartono
Ahmad Jaiz menyatakan bahwa dalam kitab Tadzkirah --pegangan utama
Ahmadiyah-- banyak diselewengkan ayat-ayat Al Qurلn.
Misalnya disitu ada lafadz : “دnna anzalnaahu qariiban
minalqadiyaan—wabilhaqqi anzalnaahu wabilhaqqi nasal.” Artinya : Sesungguhnya kami telah menurunkan
kitab suci (tadzkirah) ini dekat dengan Qadian (India). Dan dengan kebenaran
kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun.” (Tadzkirah, hal. 637).
Sambil membawa kitab Tadzkirah, Hartono menyatakan, bahwa kitab Tadzkirah ini
di kalangan Ahmadiyah disebut sebagai “Al Wahyu al Muqaddas” (kitab suci).
Yakni, kitab suci atau wahyu yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Box 2: Siaran Pers KISDI
“Dudukkan Kasus Ahmadiyah dengan Proporsional”
1. Berkaitan dengan kasus penyegelan dan
penutupan Markas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Parung, Jumat (15/7/2005),
akhir-akhir ini muncul suara-suara dari kalangan tertentu yang mengatasnamakan
dirinya Aliansi Masyarakat untuk Kebebasan Beragama yang melakukan pembelaan
secara membabi buta terhadap aliran Ahmadiyah. Kelompok ini jelas-jelas
mengusung paham liberalisme yang mengarahkan negara pada kondisi anarkis,
karena mengesampingkan aspek-aspek keyakinan umat beragama, dalam hal ini umat
Islam.
2. Sudah lama dibuktikan, bahwa Ahmadiyah adalah
duri dalam daging bagi umat Islam. Keberadaannya sendiri telah terbukti
merupakan rekayasa lama penjajah Inggris saat itu untuk memecah belah umat
Islam di Pakistan dan di dunia Islam lainnya. Pemerintah Pakistan sendiri tetap
melarang kebaradaan Ahmadiyah Qadiyan. Begitu juga dengan Rabithah Alam Islami
telah menetapkan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok di luar Islam. Di Indonesia, pemerintah dan umat
Islam Indonesia sudah lama sepakat dalam memandang status Aliran Ahmadiyah.
Keputusan Munas Alim Ulama se-Indonesia
tahun 1980 telah memutuskan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok di luar Islam,
sesat dan menyesatkan. Ini dituangkan dalam Keputusan No 05/Kep/Munas
II/MUI/1980 (pada 17 Rajab 1400H/1 Juni 1980M, ditandatangani oleh Ketua MUI
Prof. Dr. Hamka dan Sekretaris Drs H. Kafrawi MA, juga Ketua Dewan Pertimbangan
MUI (Menag) Alamsyah R. Prawiranegara).
Di samping itu
juga ada Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama No
D/B4.01/5099/84, tgl 20 September 1984, yang berisi penegasan supaya ulama
menjelaskan tentang sesatnya Jemaat Ahmadiyah.
3. MUI Bogor
dan masyarakat Islam di Parung dan sekitarnya serta umat Islam pada umumnya
sudah lama menyampaikan keberatan tentang keberadaan markas Jemaat Ahmadiyah di
wilayah mereka. Sikap mereka itu
memiliki landasan yang jelas, baik secara keagamaan maupun kenegaraan. Kaum
yang mengaku Islam Liberal yang sebenarnya anti Al Quran Mushaf Utsmani,
mencoba membela Ahmadiyah dengan menafikan pendapat ulama-ulama Islam yang
sahih dan terkemuka. Mereka ingin menerapkan liberalisme keagamaan, dengan
membebaskan aliran-aliran sesat yang menghina Al Qur’an dan menghina Nabi
Muhammad berkembang di masyarakat.
4. Jika paham
liberalisme keagamaan diterapkan, maka konsekuensinya akan sangat mahal dan
sangat buruk, karena akan membiarkan setiap orang untuk merusak dan mencaci
maki agama “seenak perutnya” sendiri. Liberalisme keagamaan – yang sudah
diharamkan oleh Muktamar NU di Boyolali -- yang diusung beberapa oknum yang
selama ini giat merusak Islam dan agama-agama lain, sejatinya adalah paham yang sangat jahat,
berbahaya, destruktif, dan jauh lebih berbahaya dari Ahmadiyah itu sendiri.
Liberalisme keagamaan inilah yang digunakan untuk melegitimasi berbagai paham
dan aliran sesat serta tindakan amoral seperti komunisme, atheisme, pornografi,
pelacuran, dan sebagainya dengan alasan kebebasan dan hak asasi manusia. Hingga
kini terbukti, liberalisme agama telah menerbitkan buku-buku dan
tulisan-tulisan yang menghujat Islam, Nabi Muhammad saw, dan Kitab Suci
al-Quran. Kaum Muslim cukup paham, bahwa demi memuaskan hawa nafsu mereka dan
para cukong asingnya, kaum liberal tidak segan-segan merusak Islam itu sendiri.
Karena itu, sudah menjadi kewajiban kaum Muslim untuk berjihad melawan paham
yang merusak ini, meskipun mereka didukung oleh kekuatan-kekuatan besar dalam
bidang finansial dan opini.
5. KISDI
mengimbau kepada segenap umat Islam, khususnya para tokoh agama, dan para pemimpin bangsa, agar tidak mudah
termakan oleh opini menyesatkan yang
sedang digulirkan oleh Aliran Ahmadiyah dan oknum-oknum pemulung paham
liberalisme, dengan menggunakan kedok kebebasan, hak asasi manusia, dan
sebagainya – yang sejatinya menyimpan agenda terselubung untuk menghancurkan
agama Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Adalah tugas pemerintah dan
tokoh-tokoh umat Islam untuk melindungi masyarakat dari faham-faham yang
melecehkan Al Qur’an, As Sunnah dan Nabi Muhammad saw.
6. Masalah
Ahmadiyah hendaknya didudukkan dengan proporsional. Jika perlu para tokoh umat
dan lembaga-lembaga otoritatif dalam Islam melakukan musyawarah serius untuk
menentukan sikap ini. Selama ini, dengan berpegangan pada Keputusan Munas MUI
dan keputusan pemerintah RI, umat Islam memiliki pegangan yang jelas tentang kesesatan
aliran Ahmadiyah di Indonesia.
7. Demikian
pernyataan ini kami sampaikan, mudah-mudahan dapat menjernihkan masalah
Ahmadiyah yang saat ini sengaja dikaburkan dan dimanipulasi oleh kaum liberal,
seolah-olah masalah ini hanyalah masalah kebebasan semata, dan bukan masalah
yang berkaitan dengan keimanan atau aqidah Islam.
Jakarta, 10
Jumadilakhir 1426 H/17 Juli 2005
Ttd.
K.H. Abd.
Rasyid Abdullah Syafii (Ketua), K.H.A. Khalil Ridwan (Wakil Ketua)
0 komentar:
Posting Komentar